Jumat, 11 Desember 2015

Proses Terbentuknya Alam

TERBENTUKNYA ALAM DALAM AL-QUR'AN DAN PARALESASINYA DENGAN TEORI MODERN

Disusun oleh: Zainul Fata

BAB I PENDAHULUAN 

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah dalam berdiri atau pun duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya Tuhan kami, tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” Alu Imran (3):190-191 

Mungkin ayat di atas dapat dikatakan cukup untuk dijadikan alasan kenapa manusia harus berpikir tentang seluruh yang ada, tentang alam, tentang manusia, dan tentang hal apa saja menyangkut kehidupannya. Salah satu tujuan yang paling mendasar dari penyebutan ayat di atas adalah agar manusia dapat mengetahui dan merasakan tentang adanya tuhan (Allah) tanda-tanda dan bukti-bukti kekuasaannya dalam menciptakan alam raya ini, bahwa alam raya ini tidak ada dengan sendirinya, bukan ada karena kebetulan, tetapi ada karena ada yang menciptakan dan telah direncanakan. Perenungan tentang maha karya tuhan yang sangat besar ini sudah sering dilakukan oleh muslim-muslim sebelumnya untuk merasakan betapa Agung dan kuasanya Allah, ketika seseorang muslim (zaman dahulu) merenungkan tentang sebuah ayat yang di dalamnya menyatakan alam dan sesisinya hanya diciptakan selama enam hari (fi sittati ayyam), cukuplah baginya untuk meyakinkan dirinya betapa berkuasanya Allah yang hanya dengan sekejap saja Dia sudah dapat menciptakan alam dan seisinya, idza araada syaian an yaquula lahu kun fayakun. Perenungan tentang alam semsta ini bukan baru dilakukan oleh orang-orang setelah di utusnya Muhammad, akan tetapi jauh sebelumnya Nabi Allah Ibrahim as. Telah berfikir terlebih dahulu kira-kira siapakah gerangan pencipta alam ini. 

Pada era modern ini dengan pesatnya penemuan-penemuan dan kecanggihan tekhnologi yang seakan setiap menit memberikan tawaran baru, tidak cukup rasanya jika saat berfikir tentang alam lalu hanya menyimpulkan keagungan dan kemahakuasaan tuhan, akan tetapi perlu perpindah pada pengembangan ilmu pengetahuan untuk masa depan yang mengejutkan. Mungkin kita masih ingat akan beberapa literature tafsir yang menyebutkan bahwa ar-ra’du (petir) ditafsirkan dengan shaut al-malaaikah (suara malaikat), kemudian dengan berkembangnya ilmu pengetahuan hingga akhirnya dapat diketahui tentang proses terjadinya petir merupakan bentuk dari gejala alam yang memiliki usnur sebab akibat. Demikian pula tentang ayat-ayat lainnya yang menyinggung tentang alam, misalnya proses perkembangan janin dalam perut, tentang proses penciptaan alam selama enam hari, serta pernyataan ayat tentang langit dan bumi merupakan satu kesatuan dan kemudian dipecahkan, dan dalain sebagainya sudah mulai difikirkan bagaimana rasionalisasinya. 

Dari sini maka ayat al-Qur’an yang berbicara tentang alam tidak cukup jika hanya menggunakan penafsiran secara bahasa, namun perlu alat bantu lain sebagaimana harus di rasionalisasikan dan dibuktikan denagn sains. Dalam kajian tafsir dan hadis di fakultas usuluddin sudah lama diadakan kajian tafsir kealaman (tafsir tentang ayat-ayat yang bersangkutan dengan kealaman), oleh karena itu dalam kajian Tafsir kealaman ini, penulis akan mengkaji tentang ayat-ayat yang menerangkan tentang proses penciptaan alam di lihat dari sudut pandang sains. Bagaimana sains berbicara tentang proses terciptanya alam, serta bagaimana paralesasi ayat dengan penemuan-penemuan tentang proses penciptaan alam di era mutakhir ini. Sehingga dengan integrasi yang terkoneksi antara ilmu agama dan ilmu umum dapat menambah kedalam pemahaman kita tentang ayat-ayat Allah, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis. 

BAB II PEMBAHASAN 

Ayat al-Qur’an Surat al-anbiya’ (21):30,

أَوَلَمْ يَرَ الَّذِينَ كَفَرُوا أَنَّ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضَ كَانَتَا رَتْقاً فَفَتَقْنَاهُمَا وَجَعَلْنَا مِنَ الْمَاء كُلَّ شَيْءٍ حَيٍّ أَفَلَا يُؤْمِنُونَ [الأنبياء : 30] 

Artinya: “Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian kami pisahkan keduanya. Dan dari air kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Tapi mengapa jugakah mereka tidak beriman?” 

Tafsir Mufradat

أولم ير :Menurut para ulama kalimat tersebut berfungsi sebagi istifham yang memiliki dua tujuan yaitu, pertama untuk menantang lawan dengan argument serta bukti-bukti lalu melemahkannya. Kedua, untuk menguatkan pihak yang senada atau sepaham. Akan tetapi para ulama berbeda tentang adanya huruf wawu dan tidak adanya huruf wawu. Ibnu Katsir adalah orang yang membacanya tanpa adanya wawu, sedangkan mayoritas para ulama membacanya dengan menggunakan wawu. Ada dan tidak adanya huruf wawu berpengaruh pada sambungan ayat ini dengan ayang dan perintah sebelumnya. 

 رتقا : Secara bahasa adalah as-saddu (menutup), misalnya perkataan “rataqtu asy-Syai-a fartataqa” (aku menutup sesuatu kemudian ia menjadi tertutup). Dalam hal ini kata ratqun bermakna multashiq (sesuatu yang melekat/berpadu), dengan demikian ketika dihubungakan dengan langit dan bumi maka bermakna multashiqaini bighairi tsaqb (dua hal yang yang terpadu tanpa sedikitpun adanya celah atau lubang) . Dengan demikian, maka kata ratqun bermakna satu kesatuan. Dalam tafsir al-maraghi kata ar-ratqu bermakna ad-dhammu (berkumpul) dan al-iltiham (melekat), baik menurut asal mulanya maupun hasil dari suatu usaha . 

فتق : adalah al-fashlu baina asy-syaiaini al-multashiqaini (proses pemisahan di antar dua sesuatu yang melekat/menyatu) 

Pembahasan Ulama Serta Parelesasinya Dengan Sains

Tema sentral surat al-anbiya adalah tentang kenabian yang di awali dengan uraian tentang dekatnya hari kiamat dan keberpalingan manusia dari ajakan kebenaran . Ayat ini termasuk dalam pengelompokan ayat 21-33 yang berbicara tentang bukti-bukti keesaan Allah serta kekuasaanya, setelah seblumnya menggunakan argument naqli, maka sekarang kaum musyrik diajak untuk bernalar menggunakan akalnya. 

Kata ratqan menurut baha artinya terpadu, sebagimana telah dijelaskan dalam tafsir mufradat diawal atau tertutup, sebagaimana yang telah dijelaskan diawal tadi, sedangkan kata fata fataqna diambil dari mashdar fatqun. Kata fataqun para ulama banyak berbeda pendapat. Sekitar adatiga macar yang diungkapkan oleh fahruddin ar razi dalama tafsirnya diantaranya yang dikatakan oleh mujahhid bahwa langit terpadu kemudian dipisahkan oleh Allah menjadi tujuh langit dan tujuh dan bumi menjadi tujuh bumi, sedangkan Ibnu Abbas menebutkan langit dan bumi awalnya terpadu sebagai satu kesatuan kemudian keduanya dipisah dengan hawa’ (udara) kemudian kemudian Allah memecahkan langit dengan adanya hujan dan bumi dengan adanya tumbuhan, pendapat ini juga didukung oleh al-Hasan dan para ulama muufassir lainnya . Quraish Shihab dalam memahami ayat ini menjelaskan sebagai bantahan terhadap para penyembah berhala yang memisahkan antara penciptaan dan pengaturan alam raya, pendapat ini ia kutip dari at-Tabattabai. Ayat ini menyatukan seluh penciptaan dibawah lindungan dan kendali Allah. 

Quraish Shihab memahami ayat ini sebagai salah satu mukjizat al-Qur’an yang mengungkapkan peristiwa penciptaan planet-planet. Banyak teori sains yang menerangkan tentang proses penciptaan langit ini. Ia mengemukakan dua diantara sekian banyak teori. Pertama, berkaitan dengan penciptaan tata surya, di sini disebutkan bahwa kabut disekitar matahari menyebar dan melebar pada ruangan yang dingin. Atom-atom itu kemudian berkumpul, akibat terjadinya benturan akumulasi, dengan membawa kandungan gashingga membetuk planet-planet, bulan dan bumi denganjarak yang sesuai. Kemudian berkesimpulan bahwa terunglangnya berkali-kali apa yang kita lihat rincian benda-benda atau kehidupan dan kematian yang terdapat dibumi dan dilangit, menunjukkan bahwa suatu ketika langit dan bumi dengan kehendak Allah, keduanya terpisah, dan segala sesuatu berada dalam pengaturannya . 

Teori kedua, dapat kita pahami dari firan Allah ini bahwa bumi dan langit adalah satu kesatuan yang terpadu secara koheren cadi tampak seolah-olah satu masa. Ha ini sesuai dengan penemuan mutakhir sengenai teori terjadinya alam semesta. Menurut penemuan itu, sebelum terbnentuk seperti sekarang ini juga menyebutkan semua benda langit terakumulasi membentuk bola dengan jari-jari yang besar . 

Kemudian dilanjutkan dengan firman Allh, fa fataqnaahuma, ini merupakan isyarat tentang apa yang terjadi pada akumulasi benda-benda yang besar itu, yaitu pertama terjadinya ledakan yang sangaty besar sekali yang mengakibatkan tersebarnya benda-bendaraya keseluruh penjuru yang berakhir dengan terciptanya bebagai benda langit . 

Surat al-Waqiah ayat 75-76

Artinya : Maka Aku bersumpah dengan tempat beredarnya bintang-bintang. Sesungguhnya sumpah itu adalah sumpah yang besar kalau kamu mengetahui. (Q.S. Al-Waqiah 775-6)

Asbabun Nuzul

Dalam suatu riwayat Muslim dari Ibnu Abbas dikatakan, ketika turun hujan pada masa Rasulullah SAW, beliau bersabda, "Diantara manusia ada yang bersyukur dan ada yang kafir karena hujan". Diantara yang hadir berkata, "Ini adalah rahmat yang diberikan Allah." Sedangkan yang lain berkata, "Sungguh tepat ramalan si fulan." Maka turunlah ayat ini untuk mengingatkan bahwa semua kejadian adalah ketetapan Allah. Sedangkan dalam riwayat Ibnu Abi Hatim dan Abu Hurairah mengemukakan redaksi yang hampir sama hanya berbeda settingnya saja yakni pada waktu perang Tabuk.

Arti Mufradat

1. Kata لا dapat bermakna tidak sehingga bisa bermakna tidak bersumpah. Bisa juga kata tersebut dipahami sebagai menafikan sesuatu yang ada dalam benak bukan sumpah.

2. أُقْسِمُ serta bentuk-bentuk kata yang berakar padanya tidak digunakan al-Qur'an kecuali untuk sumpah oleh pengucapnya.

3. مَوَٰقِعِ dapat berarti tempat terbenam ataupun peredaran bintang.

4. لَوْ تَعْلَمُونَ digunakan untuk menggambarkan sesuatu yang mungkin terjadi penggunaannya. Bisa dipahami sebagai isyarat bahwa manusia tidak mungkin akan dapat mengetahui rincian keadaan bintang-bintang.

Tafsir Ayat

Dalam Tafsir al-Muntakhab, sumpah yang terdapat pada ayat tersebut sangat penting. Matahari adalah bintang (benda langit yang bersinar sendiri) yang paling dekat jaraknya dengan bumi, kira-kira 500 tahun cahaya. Sinar dan energi dari matahari yang sampai ke bumi merupakan komponen penting dalam kehidupan di bumi. Dengan jarak seperti itu, kehidupan di bumi bisa berjalan dengan baik.apabila jarak tersebut lebih jauh ataupun lebih dekat, maka kehidupan di bumi tidak akan sama seperti sekarang.

Bintang di alam semesta tidak hanya matahari, namu terdapat banyak bintang dengan beragam ukuran. Bintang-bintang tersebut membentuk gugusan bintang yang disebut tandan. Selain bintang, benda langit lainnya adalah planet, komet, meteor dan lainnya. Namun benda langit ini tidak bisa memancarkan cahaya sendiri, namun hanya memantulkan cahaya dari matahari atau bintang di dekatnya.

Benda-benda langit ini beredar di luar angkasa dengan tempat pereadaran atau yang disebut orbit. Adanya peredaran benda langit ini dikarenakan adanya gravitasi dari beberapa benda langit sehingga benda langit ini bergerak dengan teratur. Namun lintasan yang dilalui terkadang melintasi jalur peredaran benda langit lainnya, sehingga bisa menyebabkan benturan antar benda langit tersebut. Contohnya adalah meteor yang jatuh di Rusia beberapa waktu yang lalu. Keteraturan peredaran benda-benda langit tersebut merupakan suatu tanda kebesaran Allah yang bisa dijadikan pelajaran. Tanda-tanda kebesaran Allah tampak pada alam semesta yang Dia ciptakan dan Dia atur sedemikian hingga peredaran dan pergerakan benda langit.

Ayat ini dipahami oleh sebagian ilmuwan sebagai salah satu mukjizat al-Qur'an yang mengungkapkan peristiwa penciptaan alam semesta. Demikian juga dengan penelusuran berbagai kitab tafsir, para mufassir juga menghubungkan ayat-ayat tersebut dengan peristiwa penciptan alam meskipun penjelasannya kurang begitu memadai.

Teori Terbentuknya Alam

Beberapa ilmuwan telah menyelidiki dan melakukan penelitian mengenai proses terbentuknya alam semesta. Namun diantara sekian banyak teori yang dikemukakan para ilmuwan, yang paling terkenal adalah teori big bang. Teori ini disebutkan paling mendekati dengan kebenaran dan sesuai dengan apa yang disebutkan dalam al-Qur'an.

Sebelum abad ke 19, ada gagasan yang sangat terkenal bahwa alam semesta merupakan kumpulan materi berukuran tak hingga yang telah ada sejak dulu kala dan akan terus ada selamanya. Dalam bukunya Principes Fondamentaux de Philosophie, filosof materialis George Politzer mengatakan bahwa "alam semesta bukanlah sesuatu yang diciptakan" dan menambahkan: "Jika ia diciptakan, ia sudah pasti diciptakan oleh Tuhan dengan seketika dan dari ketiadaan".

Pada tahun 1929, di observatorium Mount Wilson California, ahli astronomi Amerika, Edwin Hubble membuat salah satu penemuan terbesar di sepanjang sejarah astronomi. Ketika mengamati bintang-bintang dengan teleskop raksasa, ia menemukan bahwa mereka memancarkan cahaya merah sesuai dengan jaraknya. Hal ini berarti bahwa bintang-bintang ini "bergerak menjauhi" kita. Sebab, menurut hukum fisika yang diketahui, spektrum dari sumber cahaya yang sedang bergerak mendekati pengamat cenderung ke warna ungu, sedangkan yang menjauhi pengamat cenderung ke warna merah. Selama pengamatan oleh Hubble, cahaya dari bintang-bintang cenderung ke warna merah. Ini berarti bahwa bintang-bintang ini terus-menerus bergerak menjauhi kita.

Jauh sebelumnya, Hubble telah membuat penemuan penting lain. Bintang dan galaksi bergerak tak hanya menjauhi kita, tapi juga menjauhi satu sama lain. Satu-satunya yang dapat disimpulkan dari suatu alam semesta di mana segala sesuatunya bergerak menjauhi satu sama lain adalah bahwa ia terus-menerus "mengembang".

Mengembangnya alam semesta berarti bahwa jika alam semesta dapat bergerak mundur ke masa lampau, maka ia akan terbukti berasal dari satu titik tunggal. Perhitungan menunjukkan bahwa 'titik tunggal' ini yang berisi semua materi alam semesta haruslah memiliki 'volume nol', dan 'kepadatan tak hingga'. Alam semesta telah terbentuk melalui ledakan titik tunggal bervolume nol ini.

Ledakan raksasa yang menandai permulaan alam semesta ini dinamakan 'Big Bang', dan teorinya dikenal dengan nama tersebut. Perlu dikemukakan bahwa 'volume nol' merupakan pernyataan teoritis yang digunakan untuk memudahkan pemahaman. Ilmu pengetahuan dapat mendefinisikan konsep 'ketiadaan', yang berada di luar batas pemahaman manusia, hanya dengan menyatakannya sebagai 'titik bervolume nol'. Sebenarnya, 'sebuah titik tak bervolume' berarti 'ketiadaan'. Demikianlah alam semesta muncul menjadi ada dari ketiadaan. Dengan kata lain, ia telah diciptakan. Fakta bahwa alam ini diciptakan, yang baru ditemukan fisika modern pada abad 20, telah dinyatakan dalam Alqur'an 14 abad lampau: "Dia Pencipta langit dan bumi" (Al-An'aam, 6: 101).

Teori Big Bang menunjukkan bahwa semua benda di alam semesta pada awalnya adalah satu wujud, dan kemudian terpisah-pisah. Ini diartikan bahwa keseluruhan materi diciptakan melalui Big Bang atau ledakan raksasa dari satu titik tunggal, dan membentuk alam semesta kini dengan cara pemisahan satu dari yang lain.

Referensi:

Al-Qur'an dan Terjemahnya, Depertemen Agama (Jakarta: 1990).

Fakhr al-Din al-Razi, tafsir Mafatih al-Ghaib,  Dar al-Fikr (Libanon: 1981), Cet. 1.

Harun Yahya, Keajaiban Al-Qur'an,  Arkan (Bandung: 2008)

Ja'far Ibn Muhammad Jarir al-Thabari, Tafsir al-Thabari: Jami' al-Bayan 'An Ta'wili Ayi al-Qur'an, Hijr li al-Thaba'ah wa al-nasyr wa al-tauzi' (Cairo: 2001), cet. 1

K. H. Q. Shaleh (dkk), Asbabun Nuzul Latar Belakang Historis Turunnya Ayat-Ayat Al-Qur'an, Penerbit Diponegoro (Bandung: 2000)

Mushthafa al-Maraghi, Tafsir al-Maraghi, Mushthafa al-Babi al-Habli (Mesir: 1946), cet. 1.

Muhammad Husain al-Thabaththaba'i, al-Mizan fi Tafsir al-Qur'an, Mu'assisah al-A'lami li al-Mathbu'ah, (Bairut: 1997), cet. 1.

Quraisy Shihab, Tafsir al-Mishbah, pesan dan kesan keserasian al-Qur’an, Lentera Hati (Jakarta: 2002).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar