LUPA DALAM AL-QUR'AN
(Kajian Ma'anil Qur'an)
A.
Definisi
Secara
terminologi kata an-nisyan berasa dari fi’il madhi
nasiya-yansā-nasyan dan nisyān yang berarti lupa[17].
Sedangkan menurut etimologinya adalah menurut az-Zamakhsyari mengungkapkan
bermkana at-Tark (meninggalkan / tertinggal)[18],
demikian pula menurut al-Qurtubi, ia menjelaskan kata tersebut merupakan
antonim dari kata al-dzikr (mengingat) dan al-hifdz (menjaga)[19].
Ibnu Asyur menjelaskan tentang an-nisyan adalah dzahab al-amr
al-ma’lum min hifdhzah al-insan lidha’f adz-dzihn aw al-ghuflah (hilangnya
perkara yang sudah diketahui dalalm ingatannya seseorang sebab lemahnya hati
atau karna lalai).[20]
B.
Jumlah
pengulangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an
Adapun jumlah
penglangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an yaitu sebanyak 45 kali[21],
yang terdiri dari:
1.
Dalam bentuk fi’il madli
mujarrad diulang diungkapkan hingga 26 kali
2.
Dalam bentuk fi’il mudhari’
yang terdiri dari mabni fa’il dan mabni majhul dengan huruf mudhara’ah
ya’, ta’, nun, dan hamzah berjumlah enam belas kali.
3.
Dalam bentuk masdar diulang
sebanyak dua kali
4.
Sedangkan dalam bentuk isim maf’ul
hanya satu kali.
C.
Makna-makna an-nisyan
dalam al-Qur’an
Dari banyak
pengulangan kata an-nisyan dalam al-Qur’an apabila dilihat dari segi
macam-macam maknanya dapat diklasifikasikan menjadi dua bagian, yaitu:[22]
Pertama, bermakna at-tark
(meninggalkan) misalnya dalam al-Qur’an surat Thaha ayat 115, ولقد عهدنا إلى آدم من قبل فنسي ولم نجد له عزما
(dan Kami sesungguhnya telah perintahkan kepada Adam dahulu, maka ia lupa
(akan perintah itu), dan tidak kami dapati padanya kemauan yang kuat)/ pada
ayat tersebut, kata nasiya bermakna taraka (meninggalkan).
Kedua, bermakna al-ladzi
la yuhfadhz (sesuatu yang tidak dijaga atau diingat) misalnya, yang
terdapat dalam surat al-A’la ayat 6, سنقرئك فلا تنسى
(Kami akan membacakan (al-Qur’an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa).
Kata tansa pada ayat tersebut bermakna (tidak ingat).
Dua macam
mamakna nasiya dari ayat tersebut apabila ditilik dari segi siyaq al-kalamnya
akan tampak perbedaan yang mencolok, yaitu pada ayat yang pertama kata nasiya
terlihat adanya kesengajaan dari pihak yang lupa, sedangkan yang ayat yang
kedua merupakan sifat manusia yang memang pada dasarnya pasti akan mengalami
kelupaan.
D.
Faktor-faktor
keluapaan
Adpun fakltor-faktor lupa di antaranya adalah:
1.
Tidak ada keseriusan dalam menjaga
apa yang harus dijaga. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Allah pada surat
Thaha ayat 115 seperi yang telah disebutkan di atas yang menjelaskan tatang
perintah Allah kepada Adam, kemudian karena tidak ada kesungguhan untuk
menjaganya sehingga lupa. Dalam hal ini, makna lupa bisa disebut dengan istilah
lalai.
2.
Natural (thabi’i), misalnya
yang terdapat dalam surat al-Kahfi ayat 61: فلما بلغا
مجمع بينهما نسيا حوتهما فاتجذ سبيله في البحر سربا (maka tatkala mere
sampai kepertemuan dua buah laut itu, mereka lupa akan ikannya, lalu ikan itu
melompat mengambil jalannya ke laut). Ayat ini menjelaskan tentang peristi nabi
Musa ketika mau bertemu dengan Khidhir. Dalam ayat ini Allah menjelaskan
tentang kelupaan Musa terhadap ikan yang dibawa tersebut. Peristiwa lupa yang
dijelaskan dalam ayat ini merupakan sifat alamiyah manusia.
3.
Kecelakaan, penyakit, dan usia.
Kecelakaan gagar otak akan menyebabkan orang lupa akan segalanya, bahkan juga
akan lupa terhadap namanya sendiri. Penyakit juga akan menyebabkan orang lupa,
misalnya orang yang terkena penyakit stoke. Demikian juga usia yang sudah
lanjut akan menyebabkan seseorang sering lupa, hal ini di sebabkan daya
mengingatnya sudah mulai menurun. Peristiwa yang terakhir ini bisanya disebut
dengan pikun.
E.
Hikmah lupa
Sebagaimana
telah diketahui, bahawa apapun yang diperbuat oleh Allah pasti memiliki guna
yang sangat signifikan, demikian juga dengan lupa. Pada biasanya seseorang
ketika mengalami kecelakaan berat ia akan mengalami trauma, sehingga akan
menyebabkan dirinya ketakutan dan phobia atas hal-hal yang berhubungan dengan
kecelakaannya tersebut. Peristiwa ini akan membuat hidup oang yang bersangkutan
mengalmi ketersiksaan, sehingga tidak sedikit dari orang yang mengalami tauma
menta tersbut mendatangi psikoterapi agar dapat menghadapi masalah tersebut.
Dalam hal ini,
sifat lupa terhadap peristiwa tersebut sangat dibutuhkan disamping adanya
terapi keberanian menghadapi trauma itu. Orang yang tidak bisa melupakan masa
lalu yang mencekam atau dibenci lambat-laun akan mengalmi setres sehingga ia
akan gila. Dari sini kemudian, dapat diketahui betapa berharga sifat lupa
seseorang dalam kehidupannya, sebab setiap manusia pasti akan mengalami hal-hal
yang menakutkan di tidak disukai.
[17] Muhammad Munawwir Warson, Kamus al-Munawwir, Pdf, hal. 1416
[18] Muhammad Az-Zamkhsyari, al-Kasysyaf ‘an Haqaiqi ‘Awaridh at-Tanzil wa ‘ituni aqawil fi wujuh at-Ta’wil (Bairut: Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 1995), vol. I, hal. 136
[20] Muhammad Thahir Ibn ‘Asyur, at-Tahrir wa at-Tanwir (Tunis: Dar Suhnun, tth), vol. I, hal. 475
[22] Husain Muhammad ad-Damaghani, Qamus al-Qur’an: Ishlah al-Wajuh wa an-Nadzhair fi al-Qur’an al-Karim, hal. 454-455
Tidak ada komentar:
Posting Komentar