Jumat, 11 Desember 2015

Sabar Dalam al-Qur'an

SABAR DALAM AL-QUR'AN

(Suatu Kajian Tematik Term)

A.    Definisi Sabar
Sabar merupakan kata bahasa arab yaitu as-Shabru. Kata tersebut adalah masdar dari fi’il madhi, yang diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia dengan kata “sabar” dan “tabah hati”[1], sedangkan dalam bahasa inggris disetarakan dengan kata endurance[2] (daya tahan atau ketahanan). Ibn Faris menyebutkan dalam mu’jamnya tentang kata sabar memiliki tiga makna yaitu, pertama, al-habs (memenjarakan atau menahan) misalnya perkataan orang arab shabartu nafsī alā dzālika al-amri (aku memenjarakan atau menahan nafsuku atas perkara itu). Kedua, a’ālā asy-Syai’a (meninggikan atau mengangkat sesuatu) misalnya ungkapan orang arab shubr kulli syai’ a’lāhu (tepinya sesuatu itu paling tingginya) atau mala-a al-Ka’sa ila ashbārihā (mengisi air kedalam gelas hingga penuh/sampai tepinya di bagian atas), dan ketiga, jins min al-hijārah (suatu jenis dari batu) yaitu ma isytadda wa ghalutha (seuatu yang keras dan kuat).[3]
Sabar secara etimologi adalah habs an-nafs ‘ala ma yukrahu (menahan nafsu dari hal-hal yang tidak di sukai) dengan asumsi sesuatu yang tida disukai itu merupakan hal yang dirdhai oleh Allah SWT serta akan membawa kepada keselamatan.[4] Muhammad Abduh, sebagaimana yang ditulis oleh Rasyid Ridha dalam al-Manar juga mengungkapkan pendapat para mufassir demikian, sebab pada hakikatnya sabar merupakan hasil pencapaian dari mengingat janji-janji balasan kebaikan (al-jazā’ al-hasan) dari Allah dan optimis atas tercapainya hasil (janji Allah) tersebut.[5] Sedangkan sebagaimana yang dikutip oleh Sa’id al-Qahthani ia menyebutkan tentang hakikat sabar adalah akhlak yang utama dari seseorang yang mencegah dirinya untuk melakukan perbuatan yang tidak baik dan tidak bagus.[6]
Dari beberapa pernyataan di atas menjelaskan bahwa sabar merupakan suatu kontrol sifat dan sikap seseorang dalam menghadapi suatu perkara apapun baik dzahir maupun batin, untuk mendapatkan hasil yang baik dan diridhai oleh Allah, dengan adanya rasa optimis bahwa apapun yang ia hadapi merupakan qudrah dan iradah Allah yang terbaik untuk dirinya serta suatu saat dirinya pasti akan mendapatkan balasan yang terbaik dari Allah.
B.     Sabar Menurut Al-Qu’an
1.      Jumlah kata ash-Shabr dalam al-Qur’an
Kata ash-Shabr dalam al-Qur’an ditemukan sangat banyak sekali dan hadir dengan berbagai macam shighat. Jika kata tersebut dikalisifkasikan berdasarkan shighatnya dapat dibagi menjadi delapan bagian, yaitu, pertama, shighat fi’il madli mujarrad (shabara) disebutkan sebanyak 21 kali. Kedua, shighat fi’il madhi mazid dengan wazan ‘if’al (ashbara) disebutkan satu kali. Ketiga, shighat mudhari’ mjarrad (yashbiru, tashbiru, nashbiru) sebanyak dua belas kali. Keempat, shigat amar mujarrat (ishbir) sebnyak 25 kali. Kelima, shighat amar mazid dengan wazan “ifti’al” (ishthabir) sebanyak tiga kali. Keenam, shighat mashdar mujarrad (shabr) sebanyak lima belas kali. Ketujuh, shighat isim fa’il mujarrad (shabir) sebanyak 21 kali. Kedelapan, shigat isim mubalaghah sebnyak (shabbar) empat kali. Sehingga keseluruhan jumlah kata tesebut adalah sebnyak 102 pengulangan kata.[7]
2.      Variasi makna ash-Sabr dalam al-Qu’an[8]
a.       Al-Ishrar (ketetapan hati), seperti dalam firman Allah dalam surat Shad ayat 6: وانطلق الملأ منهم أن امشوا واصبروا على آلهتكم إن هذا لشيء يراد (dan pergilah pemimpin-pemimpin mereka (seraa berkata): “pergilah kamu dan tetaplah (tuhan-tuhanmu), sesungguhnya ini benar-benar suatu hal yang diehendaki)[9].
b.      Ash-Shaum (puasa), yaitu seperti pendapat sebagian ulama’ pada surat al-Baqarah ayat 45: واستعينوا بالصبر والصلاة وإنها لكبيرة إلا على الخاشعين (dan meminta tolonglah kalian semua dengan sabar dan shalat.....)[10]. sebagian ulama memaknai sabar pada ayat tersebut dengan shaum (puasa)[11].
c.       Al-Jur’ah (keberanian, keteguhan, kekuatan), sebagaimana firman Allah dalam surat Al-Baqarah ayat 175: أولئـك الذين اشتروا الضلالة والعذاب بالمغفرة فما أصبرهم على النار (mereka itulah orang-orang yang yang membeli kesesatan dengan petunjuk dan siksa dengan ampunan. Maka alangkah beraninya mereka menentang api neraka).[12]
d.      Ar-Ridla (kerelaan), misalanya firman Allah dalam surat ath-Thur ayat 48: واصبر لحكم ربك فإنك بإعيننا وسبح بحمد ربك حين تقوم (dan bersabarlah dalam menunggu ketetapan tuhanmu, maka sesungguhnya kamu berada dalam penglihatan kami, dan bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu ketika kamu bagun berdiri).[13] Mengenai ungkapan shabar pada ayat tersebut sebagian ulama memaknai kata “Ishbir” dengan “Ridha”, artinya “ridhalah kamu terhadap ketetapan tuhanmu”.
e.       Al-Shabr (sabar) itu sendiri. Contoh firman Allah dalam surat Shad ayat 44: وخذ بيدك ضغثا فاضرب به ولا تحنث، إن وجدناه صابرا، نعم العبد إنه أواب (dan ambillah dengan tanganmu seikat (rumput) maka pukullah dengan itu (istrimu) dan janganlah kamu melanggar sumpah. Sesungguhnya kami didapati dia (Ayyub) seorang yang sabar. Dialah sebaik-baik hamba. Seesungguhnya dia mata ta’at (terhada tuhannya)).[14]

3.      Unsur-unsur sabar
Sabar merupakan akhlak yang paling mulya, namun demikian,akhlak tersebut bukan hal yang mudah untuk dilakukan. Seringkali sikap bertahan dalam menghadapi masalah dianggap sifat sabar, padahal bertahan bukan berarti orang tersebut disebut sabar, sebab sabar tidak membuat orang diam saja dan vakum. Ketika suatu waktu si A dicaci maki oleh si B, sekali dua kali ia masih bisa bertahan menghadapi cacian atau kritikan yang menimpanya, namun dalam beberapa waktu yang lama ia tidak mampu menahan amarah yang ia menghadapi. Sehingga sampailah waktunya untuk menumpahkan seluruh amarah-amarah yang terpendam dan tertahan dengan sepuas-puasnya tapa sedikitpun ia dapat mengontrol. Dari contoh ini dapat dilihat, sifat dan sikap bertahan yang ia lakukan sebelumnya bukanlah dari sifat sabar, ia hanya merupakan suatu sikap bertahan untuk menunggu waktu yang tepat dalam rangka menumpahkan hasrat amarah tersebut.
Sabar akan membetuk sihfat yang semangat dan tenang. Orang yang sabar akan mengahdapi masalah dengan senyuman penuh semangat. Karena bagaimanapun, sabar adalah senjata begi seseorang dalam mengarungi kehidupannya. Oleh karena itu, menerapkan rasa sabar paling tidak seseorang harus mengetahui apa unsur-unsur sabar yang harus dipenuhi oleh seseorang, sehingga akan dimengerti bahawa sabar memang tidak ada batasnya. Adapun unsur-unsur tersbut adalah:
Pertama, jika mengingat kembali terminologi kata as-Shabru ---sebagaiman yang telah diungkapkan di atas--- maka jelas sabar memiliki unsur sebuah kekuatan untuk bertahan (al-Habs). Dengan demikian maka, pertama kali yang harus dilakukan adalah mencoba untuh bertahan atsa apa yang akan ia lakukan. akan tetapi makna al-habs bukan hanya sebatas bertahan, karena selain itu harus juga memenjarakan hasrat tersebut. Kata “memenjarakan” di sini adalah suatu perbuatan dengan tujuan agar dirinya sadar, sebab “penjara” bukan semata-mata bertahan dari melakukan sesuatu, tetapi ketika ia melapaskan tali penjaranya tidak akan mencoba untuk bersikap brutal.
Kedua, optimis terhadap janji balasan kebaikan dari tuhan.[15] Unsur yang kedua inilah yang membedakan antara sikap bertahan dengan sabar, dan di sini juga akan membuktikan bahwa sabar tidak ada batasnya. Seperti halnya yang dikatakan oleh Quraish Shihan ketika mengisi pengajian tafsir pada bulan ramadhan di METRO TV, ia menyatakan, orang yang marah pun bisa bersikap sabar. Misalnya yang beliau contohkan ketika menjelaskan tafsir surat al-‘Ashr, pada saat seorang ayah marah kepada anaknya, maka pada waktu itu dia boleh memarahi anaknya tersbut, bahkan juga boleh memukulnya. Pada saat ia memarahinya, cara apaun yang akan ia lakukan diperbolehkan, dan itu tetap dapat dikategorikan sebagai perbuatan sabar, dengan tanda petik, apapun yang akan ia lakukan harus disesuaikan dengan perbuatan jelek yang dilakukan oleh sang anak dan tidak diperbolehkan melebi kepantasan itu serta tidak diperbolehkan menyakiti. Jika dengan perbuatan jelek sang anak berada pada tingkatan ringan maka tidak diperbolehkan dimarahi melebhi tingkat kesalahan tersebut.
Hal ini sesuai dengan yang di jelaskan dalam surat an-Nisa’ ayat 34 mengenai memukul istri yang melakukan nusyuz. Ulama menjelaskan tentang kebolehan memukul istri yang nusyuz berdasarkan ayat tersebut, akan tetapi tidak sampai menyakiti istrinya serta tidak memukul area-area yang berbahaya seperti wajah dan lain sebagainya. Apabila sang istri tetap melakukan nusyuz, maka lebih baik ia menceraikan tanpa menyakiti fisik maupun psikisnya. Dengan demikian, sabar dalam konteks ini adalah suatu sikap kontrol diri atas masalah yang dihadapi.
4.      Hikmah-hikmah sabar
Berkenaan dengan hikmah hikmah sabar akan banyak sekali ayat-ayat yang menerakan mengenai hal tersebut. Diantara hikamah bersikap sabara yaitu:
a.       Sikap sabar akan menolong empunya dalam mengahdapi masalah apapun. Hal ini sebagaimana surat al-Baqarah ayat 45 : “meminta tolonglah kalian dengan cara bersabar dan shalat”, dan surat al-Baqarah ayat 153: “wahai orang-orang yang beriman, meminta tolonglah kalian semua dengan sabar dan shalat....”. Pada ayat ini kata sabar di sandingkan dengan kata shalat, hal ini dapat mengindikasikan dalam hal meminta tolong tidak hanya sekedar sabar saja, tetapi ia juga harus melakukan ibadah mahdhah (shalat), sebab salat akan mencegah seseorang dari pebuatan keji dan mungkar, sebagaiman dalam surat al-‘Ankabut ayat 45. Artinya, dengan sikap sabar yang dilakukan serta shalat yang ia dirikan, secara otomatis akan mendapatkan dua keuntungan, yaitu keutungan dari sabar ia dapat bertahan dan optimis, dan dengan shalatnya akan mempermudalah dalam mengontrol diri dari perbuatan fakhsya’ dan mungkar. Dengan demikinan, masalah apapun akan dapat ia hadapi dengan mudah, karana pada saat itu sesorang akan merasakan hati yang tenang dan pikiran yang jernih dalam memcahkan masalah yang dihadapi.
b.      Sabar akan dapat menjauhkan seseorang dari perbuatan dhzalim, jahat, aniaya, dan lain sebagainya dari berbagai perbuatan yang tidak suakai. Hal seperti ini diterangkan oleh Allah dalam surat Alu ‘Imran ayat 120: “.... jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu...”. Pada ayat ini, sabar dindingkan dengan sikap takwa, hal ini dapat mengindikasikan agar seseorang dapat menghidarkan dirinya dari perbuatan yang tidak ia sukai seharusnya ia bersikap sabar dan diberengi dengan takwa kepada Allah. Dengan takwanya itu maka ia akan senantia mendapatkan perlidungan dari Allah, sebab dalam lanjutan ayat tersebut Allah SWT menyebutkan “sesungguhnya Allah mengetahu segala apa yang akan mereka kerjakan”.
c.       Sabar akan mempermudah segala kesulitan, menjadikan mungkin sesutu yang tampak tidak mungkin, seperti yang diterangkan dalam surat al-Baqarah ayat 149: “berapa bapak golongan yang sedikit dapat mengalahkan golongan yang banyak dengan izin Allah. Dan Allah beserta orang-rang yang sabar”. Dalam ayat ini Allah menceritakan tentang kekalahan tentara jalut atas tentara thalut disebabkan kesabaran dari tentara thalut.

C.    Kontekstualisai Sabar
Sabar merupakan akhlak mulya yang harus diamalkan dalam setiap harinya, oleh karena itu, dalam melaksanakan sifat sabar minimal harus juga mengetahu posisi sabar saatnya. Adapun posisi posisi sabar dalam setiap saatnya adalah:[16]
1.      Sabar dalam posis perkara ta’at kepada Allah, misalnya melakukan shalat wajib, puasa ramadhan dan lain sebagainya. Sebab sabar pada posisi ini lebih sulit dari pada sabar menghadapi musibah.
2.      Sabar dalam posisi meninggalkan hal-hal yang dilarang, seperti berzina, mencuri, berbohong dan lain sebagainya.
3.      Sabar dalam menhadapi takdir Allah. Sabar dalam pada bagian ini banyak dikenal oleh masyarakat, bahkan siringkali sabar diidentingkan dengan masalah-masalah takdir Allah yang sudah ditetapkan untuk para hambanya, misalnya musibah yang menimpa seseorang, dan lain sebaginya.






[1] Ahmad Munawwir Warson, Kamus Al-Munawwir, Pdf, hal. 761
[2] Edward E. Elias, Al-Qamus al-‘Ashri: Arabi Inklizi (Cairo: al-Ashriah, 1954), hal. 364
[3] Ibn Faris, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Cairo: Dar al-Fikr, 1979), vol. III, hal. 329-330
[4] al-Marahgi, Tafsir al-Maraghi (Mesir: Mushthafa al-Bani, 1946), vol I, hal. 100
[5] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar (), vol. I, hal. 298
[6] Sa’id ibn ‘Ali al-Qahthani, Anwa’ ash-Shabr: Mafhumuhu wa Ahmiyatuhi wa Thuruquhu wa Thashil fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunnah (Fakis: Mathba’ah Shafir, 1422), hal. 2
[7] Muhammad Fu’ad Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li alfadhzi al-Qur’an (Cairo: Dar al-Kutub al-Mishriyah, 1364 H), hal. 400-401
[8] Husain Muhammad ad-Damaghani, Qamus al-Qur’an: Ishlah al-Wajuh wa an-Nadzhair fi al-Qur’an al-Karim (Bairut: Dar al-‘Ilm al-Malayin, 1983), cet. IV, hal. 173
[9] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjamahnya (Surabaya: Mahkota, tth), edisi revisi
[10] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjamahnya
[11] Sa’id ibn ‘Ali al-Qahthani, Anwa’ ash-Shabr: Mafhumuhu wa Ahmiyatuhi wa Thuruquhu wa Thashil fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunnah,
[12] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjamahnya
[13] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjamahnya
[14] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjamahnya
[15] Muhammad Rasyid Ridha, Tafsir al-Manar, hal. 298
[16] Sa’id ibn ‘Ali al-Qahthani, Anwa’ ash-Shabr: Mafhumuhu wa Ahmiyatuhi wa Thuruquhu wa Thashil fi Dhau’ al-Kitab wa as-Sunnah, hal, 13

3 komentar:

  1. Perlu ketelitian dalam menulis dari segi EYD serta rangkaian kata dan kalimatnya,,,,,

    BalasHapus
  2. Artikel kamu bagus gan! aku selalu menunggu artikel kamu.. Seperti artikel berjudul Tafsir Mimpi Suara

    BalasHapus
  3. terimakasih artikel nya sangat bagus dan sangat membantu memahami konsep sabar, izin citasi

    BalasHapus