Minggu, 13 Desember 2015

Konsep Mati Dalam Al-Qur'an

KAJIAN MAKNA MAUT DALAM AL-QUR’AN DENGAN PENDEKATAN SEMANTIK
Oleh: Zainul Fata

Dengan mempertimbangkan makna dari kata hidup (hayah), mati (maut) dapat di klasifikasikan menjadi beberap macam makna:
  1.   Mati merupkan lawan dari kempuan berkembang ang terdapat pada manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, misalnya firman Allah dalam QS. Ar-Rum: 19 dan QS. Qaf: 11.
  2.    Hilangnya fungsi  atau kemampuan rasa, seperti dalam al-Qur’an QS. Maryam: 23 dan 66.
  3.   Hilangnya kemampuan berfikir yaitu bodoh (jahalah, misalnya uangkapan ayat al-Qur’an QS.  Al-An’am: 122, serta yang dimaksud dengan QS. An-Naml: 80.
  4.  Kesedihan, rasa duka (huzn) yang mempersulit taau memperburuk kehidupan, hal ini yang dimaksud dengan Qur’an QS. Ibrahim: 17.
  5.  Tidur. Tidur juga juga disebut mati, namun mati dalam kategori (khafif), sedangkan mati (maut) dikategorikan pada tidur yang berat (tsaqil). Oleh karena itu, dengan perumpamaan ini maka Allah memnyebut tidur dan mati dengan wafat (tawaffa), misalnya dalam al-Qur’an QS. al-An’am: 60 dan QS. az-Zumar: 42.

Adapun yang dimaksud dengan QS. Alu Imran: 169 tentang menafikan kematian sabilillah yang terbunuh itu berorientasi pada ruh mereka, bukan pada jasadnya, kematian mereka itu memeberi peringatan atas kenikmatan mereka, namun ada juga yang mengatakan kematian sabilillah tersebut adalah hilangnya kesedihan dan duka seperti keterangan di awal tadi (No. 4).
Selannjutnya, mengenai firman Allah QS. Alu Imran: 185 merupakan ideom dari lenyapnya kemampuan hayawaniah (kehewanan) dan keluarnya ruh dari jazad. Sedangkan QS. Az-Zumar: 30 maknanya adalah bahwa yang hidup pasti akan mati, dan tidak seorang pun yang dapat lepas darinya, sebagaimana sebuah ungkapan arab:

Bakan ada yang mengatakan bahwa mati di sini bukanlah isyarat dari lepasnya ruh dari jasad, tetapi merupakan isyarat tentang sesuatu yang dapat mengurangi dan memperburuk kondisi manusia dalam setiap keadaan, sebab selama manusia masih hidup di dunia ia akan mengalami kematian dalam setian anggota tubuhnya, sebagian demi sebagian. Sebagaimana dalam sebuah syair:

Segolongan orang berpendapat tentang makna ini dengan mi-ah (orag yang hamir mati), mereka juga membedakan antara kata mait dengan mayyit. Mereka menyebutkan bahawa ma-it adalah al-mutahallil (orang yang mengalami kerusakan, baik tubuhnya maupun mentalnya). Di sisi lain, al-Qadhi Ali bin Abdu al-Aziz mengungkapkan, dalam bahas kita tidak dijumpai makna ma-it sebagaimana yang disebutkan tadi, kata mait hanya lebih ringan dari pada kata mayyit. Kata maut juga dapat disebut dengan mâ-it sebagaimana suatu ungkapan: Syi’run Syâ’irun dan sailun sa-ilun serta ungkapan baldatun mayyitun wa maitun. Allah SWT, berfirman QS. Fathir: 9, Az-Zuhruf: 11.
Kematian dari hewan adalah hilangnya ruh tanpa tadzkiyah (sembelih) seperti firman Allah QS. al-Maidah: 3, dan al-An’am: 145. Adapun kata mati (mautânun) yang merupakan lawan dari kematian hewan adalah bumi yang tidak dapat ditanami yang disebut dengan bumi yang mati. Pada unta  jantan (ibil) terjadi banyak kematian (mautanun) dan unta betina (nâqah) membawa kematian (mumîtah dan mumit) kepada kematian anaknya. Kata imatah al-khamr (menghilangkan khamar) merupanan kinayah (antonim) dari proses memasaknya (thabkh), dan sesuatu yang bertentangan dengan kematian yang datang untuk mati (al-mustamit al-mu’taridh li al-maut), seperti ungkapan sayir:


Mati itu menyerupai gila, seakan-akan mati itu merupakan kematian dari ilmu dan akal, misalnya juga laki-laki yang hatinya mati (rajul mautanu al-qalb) dan perempuan yang hatinya mati (imrah mautanah)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar