MAKNA TAWAFFA DALAM AL-QUR’AN
Oleh Zainul Fata
A.
Makna Tawaffa
Keyakinan
masyarakat bahwa Nabi Isa suatu saat akan kembali ke dunia untuk menegakkan
kalimat Allah setelah sebelumnya diangkat atau meninggal, tidak sesederhana
pemahaman mereka ketika melihat beberapa pendapat para mufassir. Dalam
kitab tafsir sangat beragam dalam memahami kata tawaffa atau mutawaffika yang
dinisbatkan kepada nabi Isa. Tawaffa secara bahasa bermakna Akhdzu as-syai-i wafiyan
tamman(menambil sesuatu secara penuh), seperti pada surat as-Sajadah (32):
11, az-Zumar (39): 42 oleh karena itu kata tersebut digunakan untuk sebuah
amanah[1].
Dalam Mu’jam Maqayis Al-Lugah berasala
dari kata wafa yang artinya menunjukkan pada ikmal atau itmam (menyempurnakan),
selain itu dapat pila diarikan sebagai memenuhi ,awfa al-‘ahda aw
asy-syarth, tawaffaituhu hatta lam tatruk minhu syai’an. Demikian pula dapat
diartikan dengan mati (al-wafat), misalnya ketika ada orang mati
orang arab mengatakan “Tawaffaahu Allahu”
(Allah telah mematikannya)[2].
Dalam al-Qur’an Qs. Alu Imran (3): 55 Allah berfirman :
إِذْ قَالَ اللّهُ
يَا عِيسَى إِنِّي مُتَوَفِّيكَ وَرَافِعُكَ إِلَيَّ وَمُطَهِّرُكَ مِنَ الَّذِينَ
كَفَرُواْ وَجَاعِلُ الَّذِينَ اتَّبَعُوكَ فَوْقَ الَّذِينَ كَفَرُواْ إِلَى
يَوْمِ الْقِيَامَةِ ثُمَّ إِلَيَّ مَرْجِعُكُمْ فَأَحْكُمُ بَيْنَكُمْ فِيمَا
كُنتُمْ فِيهِ تَخْتَلِفُونَ [آل عمران : 55]
Artinya: (Ingatlah), ketika Allah berfirman: "Hai Isa, sesungguhnya Aku
akan menyampaikan kamu kepada akhir ajalmu dan mengangkat kamu kepada-Ku
serta membersihkan kamu dari orang-orang yang kafir, dan menjadikan orang-orang
yang mengikuti kamu di atas orang-orang yang kafir hingga hari kiamat. Kemudian hanya kepada Akulah
kembalimu, lalu Aku memutuskan diantaramu tentang hal-hal yang selalu kamu
berselisih padanya.”
Ayat yang sama juga terdapat pada
surat al-Maidah (5): 117
مَا قُلْتُ لَهُمْ
إِلاَّ مَا أَمَرْتَنِي بِهِ أَنِ اعْبُدُواْ اللّهَ رَبِّي وَرَبَّكُمْ وَكُنتُ
عَلَيْهِمْ شَهِيداً مَّا دُمْتُ فِيهِمْ فَلَمَّا تَوَفَّيْتَنِي كُنتَ أَنتَ
الرَّقِيبَ عَلَيْهِمْ وَأَنتَ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ [المائدة : 117]
Artinya: Aku tidak
pernah mengatakan kepada mereka kecuali apa yang Engkau perintahkan kepadaku
(mengatakan)nya yaitu: "Sembahlah Allah, Tuhanku dan Tuhanmu", dan
adalah aku menjadi saksi terhadap mereka, selama aku berada di antara mereka. Maka setelah Engkau wafatkan aku,
Engkau-lah yang mengawasi mereka. Dan Engkau adalah Maha Menyaksikan atas segala sesuatu
Selain ayat yang bermakana Mati, Juga terdapat ayat yang bermakna tidur
dengan menggunakan kata tawaffa, misalnya al-An’am (6): 60
وهو الذي يتوفكم
بااليل ويعلم ماجرحتم باللنهار ثم يبعثكم فيه ليقضى أجل مسمى، ثم
إليه مرجعكم ثم ينبؤكم بما كنتم تعملون (6:60)
Artinya: Dan Dialah yang
menidurkan kamu di malam hari dan
Dia mengetahui apa yang kamu kerjakan di siang hari, kemudian Dia membangunkan
kamu pada siang hari untuk disempurnakan umur(mu) yang telah ditentukan,
kemudian kepada Allah-lah kamu kembali, lalu Dia memberitahukan kepadamu apa
yang dahulu kamu kerjakan.
B. Pendapat para ulama tafsir
tentang Tawaffa
Terdapat banyak pendapat dalam bidang tafsir mengenai makna tawaffa,
khususnya yang berkaitan dengan ayat-ayat yang menerangkan tentang sosok Nabi
Isa yang di matikan dan diangkat oleh Allah. Qatadah membahas tentang kata “Mutawaffiika” pada pada Ali Imran: 55
berhubungan dengan fungsi huruf wawu yang menyambung antar kata “Mutawaffika” dan “Rafi’uka”, dalam artian –mulanya--- wawu athaf ,mempunyai banyak fungsi yang diantaranya tartib (sesuai
susunan bahasa) atau juga bisa tidak (bi
ghairi tartib), dalam hal ini ia memilih untuk mendahulukan “Rafi’uka” dan mengakhirkan “Mutawaffika”. Dengan demikian sebelum
Nabi Isa meninggal (diwafatkan) sudah diangkat oleh Allah dalam rangka
menhindarkannya dari orang-orang kafir[3].
Menurut Ibnu Abbas, mutawaffiika ay
mumayyituka (mewafatkanmu maksudnya mematikanmu), sedangkan Ibnu Ishak dan
orang-orang Nasrani mengklaim bahwa Allah telah mematikan Isa selama 7 jam
kemudian menghidupkannya kembali. Bedahalnya dengan al-Warraq mengatakan Allah
telah mematikan (mewafatkan)Isa bukan dalam arti Maut (mata), dan mayoritas pendapat mengatakan yang dimaksud wafat adalah
tidur (an-naum) seperti surat
al-An’am (6): 60, dengan bukti surat an-Nisa’ (4):157[4].
Hat tersebut di atas merupakan sekilas tentang perbedaan pendapat tentang
makna mutawaffika. Sebuah ayat yang menegaskan ayat surat Ali Imran: 55 ini
adalah ayat surat al-Maidah: 117 yang secara seakan tampak dengan jelas
mengatakan Allah telah mematikan Isa, sebab pada ayat ini seakan menegaskan
bahwa amanah yang diberikan oleh Allah kepada Isa untuk menyebarkan agama
Tauhid dan mengawasi ummatnya telah sampai batas dengan sampainya kematian Isa.
Jika diskemakan perpecahan makna Mutawaffika
dan Rafi’uka akan menjadi dua pecahan
besar ---hubungannya dengan kematian Isa--- yang masing-masing akan berpengaruh
terhadap pemaknaan proses kematian Nabi Isa, pertama pendapat yang mendahulukan sesuai dengan pendapatnya
Qatadah yang mendahulukan rafi’uka dari mutawaffika. pendapat pertama ini
menjelaskan, Isa memang sudah sampai pada batas umurnya di dunia, akan tetapi
walaupun demikian Allah tidak meninggalkan Isa sampai dibunuh oleh kaumnya,
oleh karena itu, Allah mengankat Isa ke langit sebelum dibunuh oleh kaumnya,
mendekatkannya dengan para malaikat dan menjaganya dari orang yang berkeingnan
membunuhnya[5].
Kedua, kedua
Allah mewafatkan (Maata) di dunia
sebelum diangkat ke langit, seperti yang diceritakan oleh Ibn Abbas, akan tetapi
menurut Muhammad Ibn Ishak walupun Isa telah meninggal sebelum diangkat, namun
tidak sampai terbunuh oleh orang-orang yahudi pada waktu itu, karena sesuai
dengan surat an-Nisa’ (4): 157-158, isa telah diganti dengan orang yang
diserupakan oleh Allah. Kemudian dalam rangka membri kemulyaan kepadanya, Allah
mengangkatnya kelangit. Pendapat yang kedua ini kemudian terpecah lagi menjadi
tiga pecahan kecil, a) Menurut Wahhab, Isa meninggal selama 3 saat (tsalatsa sa’at). b) Muhammad Ibn Ishak,
Isa meninggal selama 7 saat (sab’u sa’at) kemudian Allah
menghidupkannya kembali dan mengangkatnya ke langit. c) Rabi’ Ibn Anas, Allah
telah mewafatkannya bersamaan dengan diangkatnya Isa[6].
Dalam tafsirnya Muhammad Abduh dan rasyid Ridha bahawa ada beberapa hal
yang harus ditakwil. Misalnya, bahwa yang dimaksud dengan Rafi’uka hanya
semata-mata untuk menunjukkan makna tafkhim dan ta’dzim (hiperbolis dan
mengagungkan), memindah Isa ke langit dimakanai dengan menjauhkan Isa dari
Hukum ketidak adilan manusia, sebab hokum yang adil hanya Allah. Di sini Abduh
atau Ridha bermaksud untuk tidak memaknai kata Rafi’uka secara eksplisit[7].
Inilah sedikit ulasan tentang makna Tawaffa dalam Al-Qur’an menurut
beberapa mufassir, semoga dapat memberi manfaat dan menambah wawasan serta
selalu belajar untuk meningkatkan kualitas kepribadian manusia. Wallahu a’lam.
[1] Muhammad Abduh dan Rasyid Ridha, Tafsir Al-Manar, juz. 3, hal.316
[2] Abu al-Husain Ahmad Ibn Faris Ibn Zaikariya, Mu’jam maqayir al-Lughah, Dar al-Fikr, Muahkkik: Abd as-Salam
Muhammad Harun, juz. 6, hal. 129, tt
[3] Ar-Razi, Tafsir ar-Razi, Dar-al-Firkr (1981 M/1401 H), cet. 1,
juz.8, hal 74
[4] Ibid
[5] Ibid, hal 75
[6] Ar-Razi, Tafsir ar-Razi, Dar-al-Firkr (1981 M/1401 H), cet.
1, juz.8, hal 75
Tidak ada komentar:
Posting Komentar