Minggu, 13 Desember 2015

Al-Baghy

KATA AL-BAGHY DALAM AL-QUR’AN
(Studi Tematik Term)

Oleh : Zainul Fata

Kalimat (kata) baghy dalam kamus bahasa arab memiliki arti kezaliman dan kedurhakaan. Kalimat (kata) baghyu merupakan masdar dengan madli mujarradbahgaa – yabghii – bahgy” yang pada dasarnya bermakna menuntut atau menghendaki sesuatu.[1] Dalam bahasa inggris kata tersebut setara dengan kata desire (hasrat, keinginan, birahi, menginginkan, meminta) dan lust (nafsu, birahi, dan keinginan yang kuat).[2] Kata baghy (bahgaa) dalam bahasa arabnya berarti tajawaz al-hadd wa i’tadaa (melewati batas dan melanggar), tasallatha (menguasai, dominance), al-khuruj an al-Qanun (melanggar Undang-Undang), al-Kibru wa al-istithalah (mesar dan memperpanjang).[3]
Menurut Ibu Faris dalam Mu’jam maqayisnya menyebutkan bahwa kata baga memiliki dua makna dasar, pertama kata bagha berarti “Thalab asy-syai’” (mencari sesuatu), dan yang kedua berarti “jins min al-fasad” (jenis kata dari hal-hal yang bersifat rusak atau jelek). Yang pertma misalnya digambarkan dengan perkataan orang arab “Baghaituka asy-syai’a idza a’antuka ‘ala thalabihi”, sedangkan makna yang kedua digambarkan dengan ucapan orang arab “Bagha al-jarhu idza tarama ila fasadin”.[4]
Kata bagha dalam jenis yang fasad (negatif) dalam al-Qur’an disebutnya dengan menggunakan shighat yang berbeda-beda, yaitu menggunakan fi’il madhi, fi’il mudhari’, mashdar, dan isim fa’il. Penggunaan kata baghy dengan fiil madhi sebanyak empat kali pengulangan, yaitu pada surat al-Qashas: 26, Shad: 22, Asy-syara: 27, dan al-Hujurat: 9. Penggunaan fiil mudhari’ sebanyak sebelas kali, yaitu pada surat Ali Imran: 83, al-Maidah: 50, al-A’raf: 45, at-Taubah: 47, Yunus: 23, Hud: 19, Ibrahim: 3, al-Kahfi: 108, Shad: 24, Asy-Syura: 42, Ar-Rahman: 20. Penggunaan isim mashdar sebanyak 13 kali yaitu pada surat al-A’raf: 33, an-Nahl: 90, asy-Syura: 39 dan 14, al-Baqarah: 90 dan 213, Ali Imran: 19, al-An’am: 146, Yunus: 90, Maryam: 20 dan 28, al-Haj: 60, dan al-jatsiyah: 17. Sedangkan penggunaan isim fail terdapat pada surat al-Baqarah: 173, al-aAn’am: 145, an-Nahl: 115.

Aneka ragam makna dalam al-Qur’an
Makna al-Baghy yang terdapat dalam al-Qur’an terbagi memnjadi enam makna[5]:
1.      Dengki, seperti dalam surat al-Baqarah: 90
بِئْسَمَا اشْتَرَوْاْ بِهِ أَنفُسَهُمْ أَن يَكْفُرُواْ بِمَا أنَزَلَ اللّهُ بَغْياً أَن يُنَزِّلُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ عَلَى مَن يَشَاءُ مِنْ عِبَادِهِ فَبَآؤُواْ بِغَضَبٍ عَلَى غَضَبٍ وَلِلْكَافِرِينَ عَذَابٌ مُّهِينٌ [البقرة : 90]

Artimya: Alangkah buruknya (hasil perbuatan) yang menjual drinya sendiri dengan kekafiran kepada apa yang telah diturunkan oleh Allah, karena dengki bahawa Allah menurunkan karunianya. Karena itu mereka mendapat murka sesuadah (mendapatkan) kemurkaan. Dan untuk orang-orang kafir siksaan yang menghinakan[6].
Ayat ini merut Ibn Katsir, bahawa orang-orang kafir yahudi menjual kebenaran yang telah diturunkan oleh Allah kepada Nabi Muhammad tentang kenabian Nabi muhammad dengan mengorbankan dirinya dalam dengan tetap dalam kekafiran, mereka sebenarnya bukan tidak percaya, akan tetapi kenebaran yang dibawa oleh nabi Muhammad alihkan kepada sifat dengki mereka padanya, sebab nabi Muhammad merupakan utusan Allah yang hanya satu-satu dari orang Arab, dari dahulu para nabi yang di utus oleh Allah dari golongan mereka (bani Israil). Sehingga dengan rasa iri membawanya kepada kedengkian yang menyebabkan tetap dalam kekafiran.[7]

2.      Kedurhakaan, seperti dalam Firmana Allah surah al-An’am: 146
وَعَلَى الَّذِينَ هَادُواْ حَرَّمْنَا كُلَّ ذِي ظُفُرٍ وَمِنَ الْبَقَرِ وَالْغَنَمِ حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ شُحُومَهُمَا إِلاَّ مَا حَمَلَتْ ظُهُورُهُمَا أَوِ الْحَوَايَا أَوْ مَا اخْتَلَطَ بِعَظْمٍ ذَلِكَ جَزَيْنَاهُم بِبَغْيِهِمْ وِإِنَّا لَصَادِقُونَ [الأنعام : 146]
Artinya: Dan kepada orang-orang Yahudi, kami haramkan segala binatang yang berkuku, dan dari sapi dan domba, kami haramkan atas lemak dari kedua binatang itu, selain lemak yang melekat di punggung keduanya atau yang di perut besar dan usus atau yang bercampur dengan tulang. Demikianklah Kami hukum mereka disebabkan kedurhakaan mereka, dan sesungguhnya kami adalah maha besar[8].
Ibnu Katsir menerangkan dalam tafsirnya pengharaman Allah atas mereka dalam mengkonsumsi hewan-hewan yang di sebutkan di atas di sebabkan mereka mengingkari-perintah-perintah Allah, sehingga Allah memberi balasan dengan mengharamkan makanan-makanan itu. Mereka telah durhaka dengan melanggar perintah-perintah Allah.[9]
3.      Kezaliman, seperti dalam al-Qur’an surat Yunus: 23
فَلَمَّا أَنجَاهُمْ إِذَا هُمْ يَبْغُونَ فِي الأَرْضِ بِغَيْرِ الْحَقِّ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّمَا بَغْيُكُمْ عَلَى أَنفُسِكُم مَّتَاعَ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ثُمَّ إِلَينَا مَرْجِعُكُمْ فَنُنَبِّئُكُم بِمَا كُنتُمْ تَعْمَلُونَ [يونس : 23]

Artinya: Maka setelah Allah menyelamatkan mereka, tiba-tiba mereka membuat kedaliman di muka bumi tanpa (alasan) yang benar. Hai manusia, sesungguhnya (bencana) kedalaimanmu akan menimpa dirimu sendiri, (hasil kedalimanmu) itu itu hanyalah kenikmatan hidup duniawi, kemudian kepada kamilah kembalimu, lalu kami kabarkan kepadamu apa yang kamu kerjakan.[10]
Menurut al-Qurtubi setelah Allah menyelamatkan mereka dari kesusahan dan kesukaran hidupnya kemudian[11] mereka melakukan kerusakan dimuka bumi[12]
4.      Permusuhan, seperti dalam surat an-Nahl: 90
إِنَّ اللّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالإِحْسَانِ وَإِيتَاء ذِي الْقُرْبَى وَيَنْهَى عَنِ الْفَحْشَاء وَالْمُنكَرِ وَالْبَغْيِ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُونَ [النحل : 90]
Artinya: Sesungguhnya Allah menutuh (kamu) berlaku adil dan berbuat kebajikan, memberi kepada kaum kerabat, dan Allah melaran dari perbuatan keji, kemungkaran dan permusuhan. Dia memeberi pelajaran kepada kkamu agar  kamu dapat mengambil pelajaran.[13]
Ibnu Katsir menyebutkan bahwa dalam sura ayat ini Allah memerintah manusia untuk  berbuat adil dan meninggalkan kemungkaran serta baghy. Kata bagh menurut Ibn Katsir bermakna “’Uwan ‘ala an-Nas” bermusuhan dengan manusia.[14]
5.      Pezina, seperti dalam surat Maryam: 20,
قَالَتْ أَنَّى يَكُونُ لِي غُلَامٌ وَلَمْ يَمْسَسْنِي بَشَرٌ وَلَمْ أَكُ بَغِيّاً [مريم : 20]
Artinya: Maryam berkata: “Bagimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusia pun menyentuhku, dan aku bukan pula seorang pezina”.[15]
Ayat dia merupanan ucapan Maryam kepada Jibril yang diutus oleh Allah untuk mengisikan janin dalam rahim Maryam. Ketika jibril mengungkapkan bahawa dalam merut Maryah terdapat janin, maryam sontak kaget dengan ucap tersebut. Ia mengatakan bagaimana mungkin dalim diriku ada janin padahal tak seorangpun menyentuhku, dan aku juga bukan seorang pezina.
6.      Melanggar hak manusia, seperti dalam surah al-A’raf: 33,
قُلْ إِنَّمَا حَرَّمَ رَبِّيَ الْفَوَاحِشَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ وَالإِثْمَ وَالْبَغْيَ بِغَيْرِ الْحَقِّ وَأَن تُشْرِكُواْ بِاللّهِ مَا لَمْ يُنَزِّلْ بِهِ سُلْطَاناً وَأَن تَقُولُواْ عَلَى اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ [الأعراف : 33]
Artinya: Katakanlah: “Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak maupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang beanar, (Mengharamkan) memepersekutulan Allah dengan susatu yang yang Allah tidak menurunkan hujjahnya untuk itu dan (mengharamkan) mengada-ada terhadap Allah apa yang tidalk kamu ketahui”.[16]
Ibnu Katsir menebutkan Bahawa Allah melarang perbuatan keji baik yang tampak maupun yang tersembunti, serta itsm dan baghy. Menurut as-Sady debagaimana dikutip oleh Ibnu Katsir, kata “itsm” merujuk bada makna “maksiat”, sedangkan “baghy” bermakna “tabtaghiya ‘ala an-nasi bi ghairi haqq” menuntut hak orang lain tanpa hak, dengan demikian kata baghy di sini berarti melanggar hak-hak orang lain.
Makna keseluruhan kata Baghy dalam al-Qur’an
Di atas telah disebutkan beberapa ayat tentang aneka-ragam pemakaian Baghy dalam al-Qur’an. Tamapaknya kata al-Baghyu memeliki orientasi makna sangat luas. Sebagaimana yang telah disebutkan di atas, pada dasarnya bahgy yang berasal adari kata baghaa bermakna keinginan yang kuat pada diri seseorang, selaian itu juga bermakna mencari sesuatu, hingga samapailah kepada makna yang bermacam-macam sebagaimana yang telah diungkapkan oleh al-Qur’an, misalanya zina, permusuahan, kerusakan, dengki dan sebagaimnya.
Sejauh analisis penulis, seluruh kata baghyu dengan bentu Tsulatsi Mujarrad dalam al-Qur’an bermakna Negatif sebagaimana yang diungkapkan oleh Ibn Faris. Beda halnya dengan yang bentuk Ruba’i mazid dengan wazan Ifta’ala seluruhnya berorientasi pada hal yang positif. Misalnya dalam al-Qur’an di sebutnkan. وَمِنَ النَّاسِ مَن يَشْرِي نَفْسَهُ ابْتِغَاء مَرْضَاتِ اللّهِ . Perbedaan makna baghy dalam al-Qur’an yang disebutkan dengan bentuk tsulatsi terletak pada siyaqul kalam. Penyebutan kata baghyu dalam al-Qur’an kadang digunakan sebagai akibat dari suatu perbuatan, seperti yanga disebutkan leh Quraish Shihab tenang al-Baqarah: 213 bahwa kedengkian seseorang sebabkan oleh keingingan yang tidak wajar sehingga timbuh kedengkian (al-Baghy).[17]





[1] Mahmud yunus, Kamus Arab-Indonesia, hal. 69
[2] Sofwere, VerbAce Pro – Arabic-English-Arabic Diktionary, dan Kamus English Indonesia 2.04
[3] Jumhur Arab Mesir, Al-Mu’jam al-Wajiz (Mesir: Majama’ al-lighah al-‘arabiyah, 1980), cet. 1,  hal. 57 dan Al-Mu’jam al-Wasith, (Mesir: Majma’ al-Lughah al-‘Arabiyah, 2004), cet. 4, hal. 65
[4] Ahmad ibn Faris ibn Zakariya, Mu’jam Maqayis al-Lughah (Dar al-Fikr, 1979), juz. II, hal. 271-272
[5] Siti Chammamah Suratnto dkk, Ensiklopedi Al-Qur’an dunia Modern, (Yogyakarta: Dana Bhakti Yasa, 2003), jld. 1, hal. 242
[6] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya (Surabanya: Mahkota, 1983) edisi Revisi, hal. 15.
[7] Juz. 1, Hal. 488
[8] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 213.
[9] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’anul ‘Adhzim,  juz. 6, hal. 199
[10] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 310.
[11] Taisir al-ilmi, Juz. 2, hal 400
[12] Al-Qurthubi, juz. 10, hal. 474
[13] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 414.
[14] Ibn Katsir, Tafsir al-Qur’an al-‘Adhzim,  juz. 8, hal. 344
[15] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 464.
[16] Departemen Agama, Al-Qur’an dan Terjemahnya, hal. 226.
[17] Quraish Shihab, Tafsir al-Mishbab, juz. 1, hal 551.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar